“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan
amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan
untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al Ahzab 72).
Amanah adalah segala sesuatu yang
mewajibkan kita untuk menunaikannya. Amanah dapat berupa kepercayaan
orang, berupa barang-barang titipan, juga perintah Allah SWT yang
berkaitan dengan perintah serta larangan-Nya. Hadirnya kita di dunia pun
merupakan bagian dari amanah, agar kita dapat menjadi khalifah yang
mampu memakmurkan bumi ini.
Kisah hikmah tentang
Nasehat Imam Al Ghazali
kepada murid-muridnya. Saat itu, Imam Al Ghazali sedang berkumpul dalam
sebuah majelis bersama murid-muridnya dan kemudian beliau pun mulai
mengajukan beberapa pertanyaan kepada mereka. Salahsatu pertanyaan yang
beliau tanyakan kepada muridnya adalah, “Apakah hal yang paling BERAT di
dunia ini?”
Para murid pun menjawab, ada yang menyebutkan Baja, ada yang menyebutkan Besi, ada juga yang menyebutkan Gajah. Lalu Imam
al-Ghazali lalu menjelaskan bahwa semua jawaban itu benar namun
berdasarkan pengetahuan beliau yang paling BERAT di dunia ini ternyata
adalah “MEMEGANG AMANAH”.
Menjadi Pemimpin itu Amanah
Menjadi
pemimpin dan memiliki sebuah jabatan mungkin merupakan impian semua
orang. Sayangnya mayoritas orang justru menjadikan amanah sebagai ajang
rebutan, khususnya jabatan yang menjanjikan lambaian rupiah (uang dan
harta) dan kesenangan dunia lainnya. Terbukti, pada hari ini bisa kita
lihat, manusia malah berlomba-lomba dan rela berkorban harta dan jiwa
untuk menjadi pemimpin atau memegang jabatan agar nantinya bisa menguasai hajat hidup banyak manusia.
Bukan
berarti tidak boleh, justru untuk hal yang menyangkut urusan banyak umat
muslim alangkah lebih baik jika diatur dan dikuasai juga oleh umat
muslim. Yang menjadi tidak boleh adalah ketika kita berambisi sehingga
sangat menginginkan jabatan (amanah) tersebut.
Bagi orang yang beriman dan paham, tentu
tidak serta-merta menginginkan apalagi berambisi menginginkan sebuah
amanah jabatan. Karena ia tahu, kelak di hari kiamat amanah kepemimpinan itu bisa jadi akan menjadi sebuah penyesalan. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kalian akan berambisi merebut jabatan, dan nanti pada hari kiamat jabatan-jabatan itu akan menjadi penyesalan.” (HR. Bukhari)
Dalam
Kitab Riyadhush Shalihin yang disusun Al Imam Nawawi pun terdapat bab
khusus yang isinya mengenai hadis-hadis tentang “Larangan meminta
jabatan kepemimpinan dan memilih untuk meninggalkan jabatan tersebut
jika ia tidak pantas untuk memegangnya atau meninggalkan ambisi terhadap
jabatan”.
Sebagaimana nasehat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pernah memberi nasehat kepada Abdurrahman bin Samurah :
“Hai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta jabatan karena apabila kamu diberi jabatan tanpa meminta, maka kamu akan ditolong dalam melaksanakannya dan apabila kamu diberi karena meminta maka pelaksanaan jabatan itu sepenuhnya diberikan kepadamu.” (HR. Muslim)
Waspada Memegang Amanah
Sejatinya kesanggupan untuk memikul tanggung
jawab berat ini diatas pundak adalah tindakan membahayakan diri
sendiri. Karenanya manusia adalah makhluk yang mendzolimi dirinya
sendiri dan jahil, tidak tahu kemampuannya sendiri. Bahkan
ketika Sahabat Nabi, Abu Dzar ra. menanyakan mengapa Rasulullah SAW
tidak memberikan jabatan kepadanya, beliau melakukannya karena beliau
SAW sayang terhadap Abu Dzar ra. dan mengetahui bagaimana karakter Abu
Dzar ra.
Diriwayat dari Abu Dzar Al-Ghifari. Ia berkata : “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjadikanku sebagai pemimpin?”
Mendengar permintaanku tersebut beliau SAW. langsung menepukkan tangannya di atas pundakku kemudian bersabda :
“Ya Abu Dzar, sesungguhnya engkau ini
lemah dan jabatan itu amanah, pada hari kiamat ia akan menjadi
penghinaan dan penyesalan kecuali bagi orang yang mengambilnya dengan
haknya dan menunaikan hak jabatan yang menjadi kewajibannya.” (HR. Muslim)
Dengan begitu banyak urusan kaum muslim,
sudah seharusnya kekuasaan untuk mengurus urusan tersebut dipegang oleh
umat muslim juga. Namun bukan berarti kita harus menyusun strategi agar
dapat menjadi pemimpin. Yang seharusnya kita lakukan adalah menyusun
strategi untuk terus meningkatkan kapasitas diri kita pribadi, agar kita
menjadi orang muslim yang kuat dan siap jika sewaktu-waktu amanah itu
Allah SWT titipkan kepada kita. Kita pun bukan mengambilnya dengan
ambisi akan tetapi kita mengambilnya dengan hak dan terus berusaha untuk
menunaikan kewajiban sesuai konsekuensi atas jabatan tersebut.
Wallahu’alam. (http://motivasi-inspirasi.net)