Senin, 08 Desember 2014

Menjadi Pemimpin itu Amanah

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al Ahzab 72).

Amanah adalah segala sesuatu yang mewajibkan kita untuk menunaikannya. Amanah dapat berupa kepercayaan orang, berupa barang-barang titipan, juga perintah Allah SWT yang berkaitan dengan perintah serta larangan-Nya. Hadirnya kita di dunia pun merupakan bagian dari amanah, agar kita dapat menjadi khalifah yang mampu memakmurkan bumi ini.


Kisah hikmah tentang Nasehat Imam Al Ghazali kepada murid-muridnya. Saat itu, Imam Al Ghazali sedang berkumpul dalam sebuah majelis bersama murid-muridnya dan kemudian beliau pun mulai mengajukan beberapa pertanyaan kepada mereka. Salahsatu pertanyaan yang beliau tanyakan kepada muridnya adalah, “Apakah hal yang paling BERAT di dunia ini?”
Para murid pun menjawab, ada yang menyebutkan Baja, ada yang menyebutkan Besi, ada juga yang menyebutkan Gajah. Lalu Imam al-Ghazali lalu menjelaskan bahwa semua jawaban itu benar namun berdasarkan pengetahuan beliau yang paling BERAT di dunia ini ternyata adalah “MEMEGANG AMANAH”.

Menjadi Pemimpin itu Amanah
Menjadi pemimpin dan memiliki sebuah jabatan mungkin merupakan impian semua orang. Sayangnya mayoritas orang justru menjadikan amanah sebagai ajang rebutan, khususnya jabatan yang menjanjikan lambaian rupiah (uang dan harta) dan kesenangan dunia lainnya. Terbukti, pada hari ini bisa kita lihat, manusia malah berlomba-lomba dan rela berkorban harta dan jiwa untuk menjadi pemimpin atau memegang jabatan agar nantinya bisa menguasai hajat hidup banyak manusia.

Bukan berarti tidak boleh, justru untuk hal yang menyangkut urusan banyak umat muslim alangkah lebih baik jika diatur dan dikuasai juga oleh umat muslim. Yang menjadi tidak boleh adalah ketika kita berambisi sehingga sangat menginginkan jabatan (amanah) tersebut.
Bagi orang yang beriman dan  paham, tentu tidak serta-merta menginginkan apalagi berambisi menginginkan sebuah amanah jabatan. Karena ia tahu, kelak di hari kiamat amanah kepemimpinan itu bisa jadi akan menjadi sebuah penyesalan. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kalian akan berambisi merebut jabatan, dan nanti pada hari kiamat jabatan-jabatan itu akan menjadi penyesalan.” (HR. Bukhari)

Dalam Kitab Riyadhush Shalihin yang disusun Al Imam Nawawi pun terdapat bab khusus yang isinya mengenai hadis-hadis tentang “Larangan meminta jabatan kepemimpinan dan memilih untuk meninggalkan jabatan tersebut jika ia tidak pantas untuk memegangnya atau meninggalkan ambisi terhadap jabatan”.
Sebagaimana nasehat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pernah memberi nasehat kepada Abdurrahman bin Samurah : 
“Hai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta jabatan karena apabila kamu diberi jabatan tanpa meminta, maka kamu akan ditolong dalam melaksanakannya dan apabila kamu diberi karena meminta maka pelaksanaan jabatan itu sepenuhnya diberikan kepadamu.” (HR. Muslim)

Waspada Memegang Amanah
Sejatinya kesanggupan untuk memikul tanggung jawab berat ini diatas pundak adalah tindakan membahayakan diri sendiri. Karenanya manusia adalah makhluk yang mendzolimi dirinya sendiri dan jahil, tidak tahu kemampuannya sendiri. Bahkan ketika Sahabat Nabi, Abu Dzar ra. menanyakan mengapa Rasulullah SAW tidak memberikan jabatan kepadanya, beliau melakukannya karena beliau SAW sayang terhadap Abu Dzar ra. dan mengetahui bagaimana karakter Abu Dzar ra.
Diriwayat dari Abu Dzar Al-Ghifari. Ia berkata : “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjadikanku sebagai pemimpin?”
Mendengar permintaanku tersebut beliau SAW. langsung menepukkan tangannya di atas pundakku kemudian bersabda :
“Ya Abu Dzar, sesungguhnya engkau ini lemah dan jabatan itu amanah, pada hari kiamat ia akan menjadi penghinaan dan penyesalan kecuali bagi orang yang mengambilnya dengan haknya dan menunaikan hak jabatan yang menjadi kewajibannya.” (HR. Muslim)

Dengan begitu banyak urusan kaum muslim, sudah seharusnya kekuasaan untuk mengurus urusan tersebut dipegang oleh umat muslim juga. Namun bukan berarti kita harus menyusun strategi agar dapat menjadi pemimpin. Yang seharusnya kita lakukan adalah menyusun strategi untuk terus meningkatkan kapasitas diri kita pribadi, agar kita menjadi orang muslim yang kuat dan siap jika sewaktu-waktu amanah itu Allah SWT titipkan kepada kita. Kita pun bukan mengambilnya dengan ambisi akan tetapi kita mengambilnya dengan hak dan terus berusaha untuk menunaikan kewajiban sesuai konsekuensi atas jabatan tersebut.

Wallahu’alam. (http://motivasi-inspirasi.net)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar